Twitter
RSS

AGAMA BOX

BERGURU KEPADA YANG BERILMU

Al Ilmu yu’ta wa laa ya’ti. Tabiat ilmu itu didatangi, bukan ditunggu kedatangannya.

Inilah motto yang sangat popular di kalangan penuntut ilmu pada zaman dahulu.

Tabiat ini tidak akan berubah meskipun zaman terus melahirkan teknologi informasi yang semakin canggih dan semakin mutakhir.

Bahwa informasi bisa diperoleh cepat melalui internet, ceramah bisa didengar melalui radio, rekaman kaset atau bahkan video memang benar. Akan tetapi ada sisi lain yang tidak tergantikan sehingga kita tetap perlu mulazamah / berguru secara langsung untuk mendapatkan ilmu. Karena ilmu bukan sekedar catatan yang dihafalkan, bukan pula sekedar suara yang didengarkan.

Disana ada pahala bagi yang menempuh perjalanan menuju majelis ilmu, ada sakinah yang dilimpahkan, ada rahmat yang dibagikan dan jangan lupa ada malaikat yang mendoakannya. Singkatnya untuk mendapatkan ilmu dan menjiwainya harus mengerti tabiatnya, salah satunya adalah, mendatangi ulama, mengikuti majelis ilmu. Tanpa itu pengaruh ilmu tidak begitu banyak.

Karenanya, ketika seseorang bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal ra. : Haruskah seseorang menempuh perjalanan untuk mendapatkan ilmu? Beliau menjawab, “Ya demi Allah”. Bahkan mestinya lebih dari itu.

Sungguh telah sampai kepada Alqamah dan Al Aswad satu hadis dari Umar ra. Namun mereka tidak puas mendengarnya dari orang lain, akhirnya mereka menemui Umar dan mendengar langsung darinya. Keduanya berangkat dari Irak menuju Madinah menghabiskan waktu satu bulan agar bisa mendengarkan hadis yang sampai kepada mereka secara langsung dari Umar.

Begitu pula dengan Imam Syafi’I ra. Yang sejak umur 10 tahun, telah menghafal kitab hadis yang paling spektakuler di zaman itu, juga merasa perlu berguru langsung kepada penulisnya. Imam Malik ra. Dengan menempuh perjalanan 8 hari 8 malam.

Pada gilirannya, Imam Syafi’I menjadi tokoh seperti sekarang. Resep yang beliau nasihatkan kepada penuntut ilmu antara lain : Shuhbatu ustaadzin, bergaul dengan guru.

Tidak mungkin, orang yang mendambakan derajat yang tinggi dalam ilmu, lalu merasa cukup dengan apa yang didapat dalam pengajian perayaan hari besar agama thok. Maka ketika majelis ilmu diadakan tanpa embel-embel peringatan, dia merasa heran, dia merasa keder : “Pengajian apa ini”?

Padahal para ulama terdahulu, menjadikan majelis ilmu sebagai menu harian. Satu hari saja terlewat dari majelis ilmu, akan menyesal. Dan diantara ulama salaf, mengukur keberkahan umur dari penambahan ilmunya di hari itu. Ia berkata : “Jika berlalu satu hari atasku, dimana hari itu tidak bertambah ilmuku, maka tidak ada keberkahan bagiku di hari itu”.

Kebanyakan orang yang lemah motivasinya dalam tholabul ilmi, hanya sanggup bertahan beberapa kali pertemuan saja. Lalu dengan alasan sibuk, kondisi hujan, atau pernah kecewa karena ustadnya tidak hadir, lalu lunturlah istiqomahnya, karena terlanjur enjoy dengan acara yang lain, terlanjur nikmat meninggalkan majelis taklim yang dikelilingi para malaikat.

Untuk menjaga istiqomah, Abu Al Hasan Al Kurkhi memiliki cara tersendiri. Beliau rutin menghadiri majelis Abu Khazim hari setiap jum’at pagi, termasuk ketika taklim diliburkan. Ketika ditanya sebabnya, beliau menjawab, “Agar tidak merubah kebiasaanku untuk hadir.”

Ungkapan “UNDZUR MAA QOLLA WA LAA TANDZUR MAN QOLLA”, Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan lihat siapa yang berbicara, ini tidak berlaku mutlak. Seringkali kita tidak mampu menyeleksi pembicaraan orang tentang Islam, atau lebih khusus tentang hadist, shohih atau tidak shoheh, hadist atau bukan hadist. Juga tentang cara penafsiran Al Qur’an. Maka hendaknya kita memilih guru tidak hanya sekedar banyak hafalannya, banyak kisahnya, apalagi sekedar banyak banyolannya. Pilihlah orang alim yang memiliki amanah dalam menyampaikan ilmu.

Belum tentu seorang ustadz yang selalu menjawab setiap pertanyaan yang dikemukakan itu pertanda ia alim. Boleh jadi karena ia tidak amanah terhadap ilmu, tidak jujur terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia menjawab apa yang sebenarnya diluar kemampuannya.

Padahal Allah SWT berfirman :

Wa la taqfu maa laisa laka bihii ilm(un). Innas sam’a wal basara wal fu’ada kullu ula’ika kaana anhu mas’ulaa(n).

Dan jangalah kamu mengatakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya. ( QS Al Isra 36 ).

Karakter lain dari orang alim adalah setia dan konsisten terhadap ilmu yang dimilikinya. Yakni dia mempraktekan ilmu yang dimilikinya dengan amal nyata.

Ukuran amal yang paling menonjol adalah shalat.

Pernah seorang ulama bermaksud menimba ilmu dari seseorang yang dikenal pakar dalam masalah tertentu. Namun, betapa kecewanya ia, karena ternyata orang yang dimaksud meremehkan sholat. Ia pun mengurungkan niatnya untuk berguru sambil bergumam, “Jika shalat telah diremehkan, pastilah untuk urusan yang lain lebih diremehkan”.

JMAYD Allah SWT

Demikian semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkannya.

Comments (3)

Halaman 2 nya mana Boss

Aku menunggu judul berikutnya yaaaaaaaaa

Harrah's New Orleans Hotel & Casino - JTM Hub
Come to Harrah's New Orleans Hotel & 동해 출장마사지 Casino in 경기도 출장안마 New Orleans and 춘천 출장마사지 experience a 경산 출장마사지 diverse mix of exciting casino 평택 출장샵 gaming and dining options.

Posting Komentar